Kamis, 18 Oktober 2012

Etika dalam Penulisan Ilmiah Populer


Nama  : Fajar Iman Prayoga
Kelas  : 4IB02
NPM    : 14409786
Etika dalam Penulisan Ilmiah Populer
Pengantar
Menulis di media massa merupakan salah satu wujud dari kebebasan berekspresi dan menyatakan pendapat. Kebebasan berekspresi dan menyatakan pendapat itu sendiri adalah salah satu hak asasi manusia, yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB.
Untuk menjamin kebebasan berekspresi dan menyatakan pendapat, serta memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang benar, diperlukan landasan moral dan etika bagi mereka yang menulis di media massa. Landasan ini menjadi pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas.
Etika (ethics) adalah suatu sistem tindakan atau perilaku, suatu prinsip-prinsip moral, atau suatu standar tentang yang benar dan salah. Maka etika bagi penulis ilmiah populer adalah semacam standar aturan perilaku dan moral, yang mengikat mereka dalam melaksanakan pekerjaannya.
Etika semacam ini penting. Pentingnya bukan hanya untuk memelihara dan menjaga standar kualitas pekerjaan si penulis bersangkutan, tetapi juga untuk melindungi khalayak masyarakat dari kemungkinan dampak yang merugikan dari tindakan atau perilaku keliru dari si penulis bersangkutan.
Karena para penulis ilmiah populer menempatkan karya mereka di media massa, maka dalam beberapa aspek, etika yang mengikat mereka juga selaras dengan etika yang mengikat para jurnalis profesional.
Beberapa etika penulisan ilmiah populer:
Berikut adalah beberapa etika yang perlu dipahami dan dipatuhi oleh para penulis ilmiah populer:
Pertama, kewajiban utama para penulis ilmiah populer adalah menyampaikan kebenaran, sehingga masyarakat memperoleh informasi yang dapat mereka andalkan. Bentuk kebenaran ini bukan sekadar akurasi, namun merupakan bentuk kebenaran yang berlandaskan atau didukung prinsip-prinsip ilmiah atau keilmuan.
Asas moral dalam penulisan ilmiah populer mencakup: Kebenaran, kejujuran, menyandarkan kepada kekuatan argumentasi, rasional, objektif, kritis, pragmatis, netral dari nilai-nilai yang bersifat dogmatik dalam menafsirkan hakikat realitas.
Pengertian “objektif” adalah berdasarkan kondisi faktual. Pengertian “rasional” adalah berdasarkan rasio atau nalar, dan pendekatan rasional ini berfungsi sebagai wahana penyampaian kritik timbal-balik.
Kedua, penulis ilmiah populer tidak bermotifkan kepentingan pribadi, dan menjauhi pandangan yang bias terhadap data dan pemikiran orang lain. Etika yang menjadi pedoman penulisan ilmiah populer, antara lain: Menulis dengan jujur, lugas, tidak mencurangi data. Juga, berusaha selalu bertindak tepat, teliti dan cermat.
Contoh kasus: Kepentingan pribadi terlihat ketika seorang penulis ilmiah populer kebetulan merangkap menjadi distributor atau penjual ponsel merek tertentu. Ia lalu mempublikasikan tulisan di media massa, yang memuji-muji teknologi dan tampilan ponsel tersebut.
Penulis ilmiah populer menjauhi konflik kepentingan. Jika tulisan Anda didasarkan pada hasil penelitian, yang didanai oleh departemen atau perusahaan swasta tertentu, hal itu juga harus dijelaskan dalam tulisan.
Sebagai contoh: Dalam pemilu 2009, sejumlah lembaga survey di Indonesia menyajikan hasil survey tentang popularitas partai politik dan calon presiden tertentu. Namun mereka tidak menyatakan bahwa survey mereka sebenarnya dibiayai oleh parpol atau calon presiden bersangkutan. Ini adalah tindakan yang tidak etis.
Ketiga,ketika seorang penulis ilmiah populer telah memilih mempublikasikan karyanya ke media massa umum, maka mereka harus berkomitmen dan bertanggung jawab kepada khalayak pembacanya. Jadi, bukan cuma kepada universitas, lembaga penelitian, departemen atau kantor tempat mereka bekerja. Ini semacam kewajiban sosial pada khalayak pembaca.
Keempat, penulis ilmiah populer menghormati hak setiap orang (terutama publik pembaca, dan termasuk tentunya para penulis dan ilmuwan lain) untuk menyatakan pendapat. Karena itu, para penulis ilmiah populer dituntut bersikap terbuka terhadap pandangan-pandangan yang berbeda dan bersedia jika tulisannya dikritisi oleh masyarakat pembaca dan kalangan penulis atau ilmuwan lain.
Kelima, penulis ilmiah populer bersikap rendah hati, tidak menganggap diri paling tahu. Walaupun tulisannya dibuat berdasarkan prinsip ilmiah atau keilmuan, isi tulisan itu bukan merupakan kebenaran mutlak. Ilmu pengetahuan dan teknologi terus berkembang dan sangat mungkin di masa mendatang akan muncul penemuan baru, yang menggeser “kebenaran” ilmiah yang diterima sekarang. Bahkan di antara para ilmuwan yang sama kepakarannya juga sering terjadi perbedaan pendapat.
Keenam, penulis ilmiah populer menghormati karya orang lain dan dilarang melakukan plagiarisme, termasuk menyatakan hasil karya orang lain sebagai karyanya sendiri. Penulis ilmiah populer harus berlaku jujur dan adil terhadap pendapat orang lain yang muncul terlebih dahulu, sehingga ketika mengutip suatu data atau pendapat orang lain, ia wajib menyebutkan sumbernya.

Ada tiga macam cara mengutip: 1) Mengutip persis seperti aslinya, sampai ke kalimat, kata, huruf dan tanda bacanya; 2) Mengutip dengan mengubah cara penyampaiannya sehingga materi yang sulit jadi lebih mudah dipahami dan dimengerti; 3) Merangkum suatu uraian yang panjang menjadi versi yang lebih pendek, padat dan ringkas. Apapun cara kita mengutipnya, sumbernya tetap harus disebutkan.
Ada juga yang disebut plagiarisme tak-sengaja. Misalnya: Kita di masa lalu pernah mendengar atau membaca teori, pandangan, atau gagasan seseorang. Kita ingat pada teori, pandangan dan gagasan tersebut, tapi kita lupa siapa yang mengatakan atau menuliskannya. Tanpa sadar, hal itu tertanam di pikiran kita, bahkan kita merasa seolah-olah itu adalah teori, pandangan dan gagasan kita sendiri.
Ketujuh, dalam mempublikasikan karyanya di media massa, para penulis ilmiah populer juga menyadari adanya kepentingan bangsa, tanggung jawab sosial, keberagaman masyarakat, dan norma-norma agama. Oleh karena itu, para penulis ilmiah populer bersikap hati-hati ketika mengemas tulisan yang mungkin dapat menyinggung kepekaan masyarakat atau merugikan khalayak pembaca tertentu. 
Kedelapan, para penulis ilmiah populer tidak menulis berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani. (Penjelasan: Prasangka adalah anggapan yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui secara jelas. Sedangkan diskriminasi adalah pembedaan perlakuan.)
Pada zaman Orde Baru, ada larangan bagi wartawan/media massa untuk mengangkat isu yang bisa menjurus ke pertentangan SARA (suku, agama, ras dan antar-golongan). Yang dimaksud antar-golongan adalah mempertentangkan kelompok kaya dan miskin.
Kesembilan, ketika mengirim tulisan hasil karyanya ke sebuah media, penulis ilmiah populer tidak boleh mengirim tulisan yang sama ke media yang lain. Jika sudah jelas status tulisannya di media pertama ditolak atau tak akan dimuat, barulah ia boleh mengirim ulang tulisan itu ke media yang lain. Atau, kalau toh ia mau melakukan pengiriman rangkap, ia harus jujur menyatakannya pada redaktur media-media bersangkutan.
Kesepuluh, penulis ilmiah populer harus mencantumkan nama, identitas, dan latar belakang yang jelas. Penggunaan ghost writer atau “penulis hantu” (tulisan dibikinkan oleh orang lain), serta penggunaan nama samaran) tidak dibenarkan, karena ini menyangkut kredibilitas dan pertanggungjawaban.
Dalam birokrasi pemerintahan atau swasta, sering terjadi teks sambutan, pidato, atau makalah seorang pimpinan disiapkan atau dibuatkan oleh staf atau bawahannya. Sedangkan nama yang dicantumkan adalah tetap nama sang pimpinan. Hal ini tidak boleh dilakukan untuk tulisan ilmiah maupun tulisan ilmiah populer.

Sumber :