Nama : Fajar Iman Prayoga
Kelas : 4IB02
NPM :
14409786
Etika dalam Penulisan Ilmiah Populer
Pengantar
Menulis
di media massa merupakan salah satu wujud dari kebebasan berekspresi dan
menyatakan pendapat. Kebebasan berekspresi dan menyatakan pendapat itu sendiri
adalah salah satu hak asasi manusia, yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang
Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB.
Untuk
menjamin kebebasan berekspresi dan menyatakan pendapat, serta memenuhi hak
publik untuk memperoleh informasi yang benar, diperlukan landasan moral dan
etika bagi mereka yang menulis di media massa. Landasan ini menjadi pedoman
operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas.
Etika
(ethics) adalah suatu sistem tindakan atau perilaku, suatu
prinsip-prinsip moral, atau suatu standar tentang yang benar dan salah. Maka
etika bagi penulis ilmiah populer adalah semacam standar aturan perilaku dan
moral, yang mengikat mereka dalam melaksanakan pekerjaannya.
Etika
semacam ini penting. Pentingnya bukan hanya untuk memelihara dan menjaga
standar kualitas pekerjaan si penulis bersangkutan, tetapi juga untuk
melindungi khalayak masyarakat dari kemungkinan dampak yang merugikan dari
tindakan atau perilaku keliru dari si penulis bersangkutan.
Karena
para penulis ilmiah populer menempatkan karya mereka di media massa, maka dalam
beberapa aspek, etika yang mengikat mereka juga selaras dengan etika yang
mengikat para jurnalis profesional.
Beberapa
etika penulisan ilmiah populer:
Berikut
adalah beberapa etika yang perlu dipahami dan dipatuhi oleh para penulis ilmiah
populer:
Pertama,
kewajiban utama para penulis ilmiah
populer adalah menyampaikan kebenaran, sehingga masyarakat memperoleh informasi
yang dapat mereka andalkan. Bentuk kebenaran ini bukan sekadar akurasi, namun
merupakan bentuk kebenaran yang berlandaskan atau didukung prinsip-prinsip
ilmiah atau keilmuan.
Asas
moral dalam penulisan ilmiah populer mencakup: Kebenaran, kejujuran,
menyandarkan kepada kekuatan argumentasi, rasional, objektif, kritis,
pragmatis, netral dari nilai-nilai yang bersifat dogmatik dalam menafsirkan
hakikat realitas.
Pengertian
“objektif” adalah berdasarkan kondisi faktual. Pengertian “rasional” adalah
berdasarkan rasio atau nalar, dan pendekatan rasional ini berfungsi sebagai
wahana penyampaian kritik timbal-balik.
Kedua, penulis ilmiah populer tidak bermotifkan kepentingan
pribadi, dan menjauhi pandangan yang bias terhadap data dan pemikiran orang
lain. Etika yang menjadi pedoman penulisan ilmiah populer, antara lain: Menulis
dengan jujur, lugas, tidak mencurangi data. Juga, berusaha selalu bertindak
tepat, teliti dan cermat.
Contoh
kasus: Kepentingan pribadi terlihat ketika seorang penulis ilmiah populer
kebetulan merangkap menjadi distributor atau penjual ponsel merek tertentu. Ia
lalu mempublikasikan tulisan di media massa, yang memuji-muji teknologi dan
tampilan ponsel tersebut.
Penulis
ilmiah populer menjauhi konflik kepentingan. Jika tulisan Anda didasarkan pada
hasil penelitian, yang didanai oleh departemen atau perusahaan swasta tertentu,
hal itu juga harus dijelaskan dalam tulisan.
Sebagai
contoh: Dalam pemilu 2009, sejumlah lembaga survey di Indonesia menyajikan
hasil survey tentang popularitas partai politik dan calon presiden tertentu.
Namun mereka tidak menyatakan bahwa survey mereka sebenarnya dibiayai oleh
parpol atau calon presiden bersangkutan. Ini adalah tindakan yang tidak etis.
Ketiga,ketika seorang penulis ilmiah populer telah memilih
mempublikasikan karyanya ke media massa umum, maka mereka harus berkomitmen dan
bertanggung jawab kepada khalayak pembacanya. Jadi, bukan cuma kepada
universitas, lembaga penelitian, departemen atau kantor tempat mereka bekerja.
Ini semacam kewajiban sosial pada khalayak pembaca.
Keempat,
penulis ilmiah populer menghormati hak
setiap orang (terutama publik pembaca, dan termasuk tentunya para penulis dan
ilmuwan lain) untuk menyatakan pendapat. Karena itu, para penulis ilmiah
populer dituntut bersikap terbuka terhadap pandangan-pandangan yang berbeda dan
bersedia jika tulisannya dikritisi oleh masyarakat pembaca dan kalangan penulis
atau ilmuwan lain.
Kelima, penulis ilmiah populer bersikap rendah hati, tidak
menganggap diri paling tahu. Walaupun tulisannya dibuat berdasarkan prinsip
ilmiah atau keilmuan, isi tulisan itu bukan merupakan kebenaran mutlak. Ilmu
pengetahuan dan teknologi terus berkembang dan sangat mungkin di masa mendatang
akan muncul penemuan baru, yang menggeser “kebenaran” ilmiah yang diterima
sekarang. Bahkan di antara para ilmuwan yang sama kepakarannya juga sering
terjadi perbedaan pendapat.
Keenam, penulis ilmiah populer menghormati karya orang lain dan
dilarang melakukan plagiarisme, termasuk menyatakan hasil karya orang lain
sebagai karyanya sendiri. Penulis ilmiah populer harus berlaku jujur dan adil terhadap
pendapat orang lain yang muncul terlebih dahulu, sehingga ketika mengutip suatu
data atau pendapat orang lain, ia wajib menyebutkan sumbernya.
Ada tiga macam cara mengutip: 1) Mengutip persis seperti aslinya, sampai ke
kalimat, kata, huruf dan tanda bacanya; 2) Mengutip dengan mengubah cara
penyampaiannya sehingga materi yang sulit jadi lebih mudah dipahami dan
dimengerti; 3) Merangkum suatu uraian yang panjang menjadi versi yang lebih
pendek, padat dan ringkas. Apapun cara kita mengutipnya, sumbernya tetap harus
disebutkan.
Ada
juga yang disebut plagiarisme tak-sengaja. Misalnya: Kita di masa lalu pernah
mendengar atau membaca teori, pandangan, atau gagasan seseorang. Kita ingat
pada teori, pandangan dan gagasan tersebut, tapi kita lupa siapa yang
mengatakan atau menuliskannya. Tanpa sadar, hal itu tertanam di pikiran kita,
bahkan kita merasa seolah-olah itu adalah teori, pandangan dan gagasan kita
sendiri.
Ketujuh,
dalam
mempublikasikan karyanya di media massa, para penulis ilmiah populer juga
menyadari adanya kepentingan bangsa, tanggung jawab sosial, keberagaman
masyarakat, dan norma-norma agama. Oleh karena itu, para penulis ilmiah populer
bersikap hati-hati ketika mengemas tulisan yang mungkin dapat menyinggung
kepekaan masyarakat atau merugikan khalayak pembaca tertentu.
Kedelapan,
para
penulis ilmiah populer tidak menulis berdasarkan prasangka atau diskriminasi
terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis
kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin,
sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani. (Penjelasan: Prasangka adalah anggapan
yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui secara jelas. Sedangkan
diskriminasi adalah pembedaan perlakuan.)
Pada zaman Orde Baru, ada larangan bagi
wartawan/media massa untuk mengangkat isu yang bisa menjurus ke pertentangan
SARA (suku, agama, ras dan antar-golongan). Yang dimaksud antar-golongan adalah
mempertentangkan kelompok kaya dan miskin.
Kesembilan,
ketika
mengirim tulisan hasil karyanya ke sebuah media, penulis ilmiah populer tidak
boleh mengirim tulisan yang sama ke media yang lain. Jika sudah jelas status
tulisannya di media pertama ditolak atau tak akan dimuat, barulah ia boleh
mengirim ulang tulisan itu ke media yang lain. Atau, kalau toh ia mau melakukan
pengiriman rangkap, ia harus jujur menyatakannya pada redaktur media-media
bersangkutan.
Kesepuluh,
penulis
ilmiah populer harus mencantumkan nama, identitas, dan latar belakang yang
jelas. Penggunaan ghost writer atau “penulis hantu” (tulisan dibikinkan
oleh orang lain), serta penggunaan nama samaran) tidak dibenarkan, karena ini
menyangkut kredibilitas dan pertanggungjawaban.
Dalam birokrasi pemerintahan atau swasta, sering
terjadi teks sambutan, pidato, atau makalah seorang pimpinan disiapkan atau
dibuatkan oleh staf atau bawahannya. Sedangkan nama yang dicantumkan
adalah tetap nama sang pimpinan. Hal ini tidak boleh dilakukan untuk tulisan
ilmiah maupun tulisan ilmiah populer.
Sumber :